Skip to main content

Kencan


Setelah mempunyai dua anak, dan apalagi setelah tidak punya babysitter lagi, urusan kencan menjadi prioritas yang kesekian bagi saya dan Mr Defender (atau bahasa halusnya, terlupakan). Apalagi saat ini di mana Mr Defender bekerja di kota lain dan hanya ada di rumah saat akhir pekan (pun tidak setiap minggu) semakin sulit rasanya menyisipkan jadwal kencan di antara waktu kebersamaan kami yang terbatas.

Padahal, menurut saya nih, kencan itu penting loh untuk memelihara romansa di antara sepasang manusia yang mungkin sudah mulai pudar karena jarak, rutinitas pekerjaan dan anak-anak. Nah lalu solusinya bagaimana dong?

Kalau buat kami, ada beberapa aktivitas yang kami lakukan buat mengganti malam mingguan standar makan di luar:
1. Mengajak anak-anak jalan ke taman. Waktunya bisa pagi atau malam. Kebetulan di tempat kami tinggal banyak taman yang luas. Anak-anak bersepeda, main skuter, naik ayunan atau naik mobil-mobilan sewaan. Kami bisa duduk santai berdua sambil makan kacang rebus, mengobrol tentang apa saja.
2. Jika anak-anak sudah mengantuk atau kelelahan dan nggak mungkin diajak main lagi, kami bawa mereka naik mobil keliling kota dan membiarkan mereka tidur di bangku belakang. Lalu kami berhenti di tempat makan yang bisa dibungkus dan dimakan di mobil: kebab, burger, dan sejenisnya. Serasa drive thru lah, hehehe.
3. Kalau anak-anak tidur atau bisa anteng di kamar atau main di halaman, saya memasak makanan spesial sambil Mr Defender menemani saya ngobrol d dapur, lalu kami makan di meja makan lengkap dengan lilin dan bunga. Romantis tanpa perlu antri meja restoran.
4. Malam hari kalau belum capek, kami menyempatkan nonton HBO atau Fox berdua, lengkap dengan camilan dan minuman ringan, pakai karpet dengan bantal dan selimut. Nyaman!

Lama kelamaan kami jadi makin kreatif mencari ide kencan, hehehe... We have to keep the spark alive right?

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...