Skip to main content

Decluttering, Lagi dan Lagi


Tiga bulan yang lalu, kami sekeluarga pindah tempat tinggal ke sisi lain kota supaya lebih dekat dengan kantor baru dan sekolah anak-anak. Keputusan itu kami ambil setelah sebulan lamanya menempuh perjalanan yang melelahkan setiap hari untuk mengantar jemput anak-anak dan ke kantor. Senangnya, kami tidak butuh waktu lama untuk mencari rumah sewa yang sesuai dengan keinginan kami di lokasi yang kami incar.

Yang susah adalah proses pindahannya. Tidak ada yang pernah simpel dari proses pindah rumah, walaupun kami sudah sering menjalani proses ini: pindah keluar kota, luar pulau, bahkan luar negeri. Tetap saja pindahan itu makan waktu, energi dan tentu saja biaya.

Satu hal yang kami pelajari setelah berkali-kali pindah rumah adalah: pindahan itu lebih simpel jika kita tidak punya terlalu banyak barang. Seperti Fumio Sasaki yang seisi apartemennya bisa dikemas dalam dua puluh menit saja. Tentu saja ini tidak berarti kami akan hidup benar-benar alakadarnya tanpa membeli perabotan, sebab kami tetap ingin hidup nyaman di mana pun kami tinggal, sesebentar apa pun kami meninggali tempat itu.

Kali ini, proses pindahan melibatkan decluterring besar-besaran karena rumah baru kami lebih kecil dan tidak memiliki banyak tempat penyimpanan. Ditambah lagi, kami tidak bisa membawa sofa dan tempat tidur karena di rumah baru sudah ada sofa, dan kamar tidur terlalu kecil untuk memuat ranjang lama kami.

Apa yang dilakukan dengan banyak barang yang tidak bisa dibawa? Kami bagi-bagikan ke teman, tetangga, temannya tetangga, tetangganya teman, siapa pun yang membutuhkan. Orang yang mengambil sofa kami terbelalak tak percaya karena awalnya dia mengira kami menjual sofa bekas. Begitu juga yang mengambil lemari es dan tempat tidur. Kami memutuskan untuk tidak menjual barang-barang lama kami. Bukan saja karena proses menjual barang bekas hanya akan menambah beban pikiran yang sudah banyak dengan proses pindahan, tetapi juga karena kami sudah belajar dari beberapa kali pindahan ini bahwa kami merasa bahagia barang-barang itu akan lebih bermanfaat di tempat pemilik barunya, dan bahwa pemilik barunya bahagia menerima barang itu. Saya cukup yakin perasaan bahagia itu melebihi apa yang akan kami dapatkan seandainya kami memilih menjualnya.

Dan kami bahagia juga memulai hidup di rumah baru dengan lebih sedikit barang daripada sebelumnya. Semoga barang-barang tidak beranak pinak agar pindahan selanjutnya lebih simpel, amin.

Comments

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...