Skip to main content

tentang kita, yang kini tak lagi peka

headline Kompas awal November tahun lalu

Katanya, di dunia jurnalistik, bad news is good news. Suatu kejadian yang buruk adalah sesuatu yang bagus dari segi pemberitaan, karena sesuatu yang buruk itu langka, dan tidak diharapkan. Makanya berita seperti kecelakaan, bencana alam, perang, krisis, kerusuhan, perceraian para artis menjadi sasaran para pemburu berita. Mungkin, seiring dengan semakin mudahnya kita memperoleh informasi sekarang ini, informasi menjadi sesuatu yang hanya lewat sambil lalu saja di telinga kita. Tidak sempat masuk ke otak, apalagi hati.

Sadar nggak sih, kalau sekarang ini kita bisa dengan mudahnya membuat candaan tentang berita buruk? Atau melontarkan komentar yang tidak berempati seperti:
"Aceh kena tsunami tuh azab buat GAM." Saya dengar langsung dari seorang kerabat.

"Wah, Ritz pasti dibom sama pendukung Liverpool yang nggak pengen MU datang deh." Komentar jahat dari seorang teman, menanggapi komentar saya (yang mungkin juga jahat) "Aduh tiket nonton MU gue gimana cara reimbursenya dong!" (tidak sensitif sekali, padahal banyak nyawa melayang)

"Kaliurang habis tuh kena lahar Merapi, habis tempatnya dijadiin hotel mesum sih." Yang ini saya baca di twitter, yang membuat saya sedih karena ketika itu adik perempuan saya terpisah dari keluarga, desa tempat keluarga saya tinggal disterilisasi, dan anjing saya hilang tak sempat diselamatkan.

Pernahkah kita pikirkan betapa sedihnya orang-orang yang sedang tertimpa musibah ketika mendengar komentar kita yang seolah-olah mengecilkan bencana yang mungkin memporakporandakan kehidupan mereka? Kita bicara tentang bencana sambil makan siang, dengan ringan seperti sedang membahas pertandingan bola. Kita berspekulasi, menyalahkan sana-sini, berkata harusnya begini harusnya begitu, tanpa berbuat sesuatu yang nyata untuk mereka, bahkan meskipun hanya doa.

Kita jadi tak ubahnya infotainment.

Kita haus akan pemberitaan yang wah. Kita senang mendengar tragedi. Seakan hal buruk yang menimpa orang lain bisa membuat kita merasa lebih baik. Ah, sungguhkah kita sudah sebebal dan sejahat itu?

Comments

Popular posts from this blog

Lekas Sembuh, Bumiku

Ada banyak hal yang memenuhi pikiran setiap orang saat ini, yang sebagian besarnya mungkin ketakutan. Akan virus, akan perekonomian yang terjun bebas, akan harga saham, akan  ketidakpastian akankah besok masih punya pekerjaan. Ada banyak kekuatiran, juga harapan. Ada jutaan perasaan yang sebagian besarnya tak bisa diungkapkan. Tanpa melupakan bahwa kita tak hanya cukup merasa prihatin namun harus mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan, marilah kita mensyukuri apa yang masih kita miliki. Setiap detik kehidupan yang masih diberikan kepada kita, atap untuk berteduh, rumah tempat kita bernaung, makanan, udara yang segar, dan keluarga tercinta yang sehat.

Tahun untuk Berjuang

Saya tidak bermaksud membuat blog ini menjadi kumpulan essay galau, apalagi di awal tahun dan awal dekade yang semestinya disambut dengan penuh semangat. Tapi mungkin tahun ini memang saya mengalami krisis usia 30-an. Mungkin juga usia 30 adalah usia mendewasa yang sebenarnya sehingga banyak hal yang mendadak tersangkut di pikiran. Dan mungkin juga tahun ini memang dibuka dengan berbagai duka yang belum selesai dari tahun lalu. Seorang kerabat dekat yang sangat saya sayangi divonis dengan penyakit yang cukup serius tahun lalu, dan tahun ini kami semua berjuang untuk kesembuhannya. Sangat sulit untuk tetap berpikiran positif di saat ketidakpastian yang mencekam ada di depan mata. Selain satu hal ini, ada beberapa hal lain dalam hidup kami yang sedang tidak beres, seakan semesta kami mulai runtuh sedikit-sedikit, dan jiwa saya lumat perlahan-lahan di dalam pusaran masalah yang tak henti. Saya berkali-kali mencoba mengingatkan diri bahwa saya harus tetap berusaha untuk tid...

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita...