Skip to main content

Dandan = Rempong?


Sebenarnya sih, saya udah pernah menulis tentang dandan-dandanan ini. Dan sudah sering juga geregetan sambil manggut-manggut setuju setiap baca posting Okke Sepatumerah yang bercerita tentang masalah dandan-dandan ini. Tapi karena lagi hangat topik ini di sekitar saya, jadinya saya mau menulis lagi tentang ini (alasan sebenarnya sih biar postingnya bisa genap 25 aja sih hehehehe).

Sama seperti Okke, saya juga kenyang kok dinyinyiri soal dandan. Padahal ya, percayalah saya nggak dandan lengkap setiap hari. Paling cuma pakai foundation/bb cream lalu bedak dan blush on. Kalau lagi terburu-buru malah cuma two way cake dan blush on. Pensil alis, nggak pernah (karena alis sudah setebal dosa). Maskara dan eye liner sesekali aja kalau lagi banyak waktu. Plus lipstik, karena bibir saya hitam macam perokok, hehehehe.

Udah, gitu doang. Tapi tetap ya, dari jaman kuliah sampai sekarang nih, adaaaaa aja cobaan dari kaum nyinyir sekitar. Mulai dari yang absurd macam "cie cie rempong banget sih bo" sampai yang terang-terangan nyela macam "ke kantor aja dandan kayak mau ke mal aja" juga yang nggak jelas apakah nyela atau iri semacam "kalau single sih emang sempat ya dandan, kan belum laku".

Itu baru soal dandanan ya, belum lagi soal baju. Dari dulu saya kenyang dinyinyiri akan kesukaan saya memakai dress lucu dan sepatu-sepatu cantik. Sekarang pun begitu. Sampai-sampai saya putus asa dan menganggap itu pujian terselubung. Terserah lo deh mau ngomong apa. Gak ngaruh juga ke hidup gue. Beli baju juga duit-duit gue kenapa lo yang sewot.

Capek juga sih melayani mereka yang nyinyir ini. Saya dulu sih sewot dan gemas, dan sering pengen membalas kenyinyiran itu, misalnya kalau mereka bilang "dandan itu cuma buat cewek feminin yang manja dan nggak tangguh" atau "dandan itu cuma ngabisin waktu dan duit" atau "dandan itu cuma buat cewek bego" pengen rasanya bilang "Helloooo... nggak lihat tuh Anna Kournikova kurang tangguh apa? Titi Sjuman itu kurang keren apa? Dan Natalie Portman itu lulusan Harvard loh."

Tapi sekarang, rasa-rasanya saya kok malah kasihan ya sama mereka yang berpenampilan kucel trus nyela mereka yang dandan (kalau mereka yang dandan nyela yang kucel sih, walaupun mengesalkan tapi masih bisa dilihat silogismenya ya). Kasihan banget, karena itu justru semakin menunjukkan bahwa sebetulnya dia itu insecure, merasa tersaingi dan terancam oleh mereka yang dandan sampai perlu membuat statement-statement menjatuhkan seperti itu. Yang ujungnya, hal itu nggak akan membuat mereka lebih baik, malah sebaliknya (udah dekil, kucel, dengki dan nyinyir pula, siapa yang percaya kalau dia punya inner beauty?). Ya nggak sih?

Saya nggak selalu dandan. Dan saya nggak merasa paling cantik sedunia. Saya dandan karena merasa nyaman tampak cantik (menurut saya sendiri), saya berpakaian rapi di kantor karena menghargai pekerjaan saya (bukan buat menggoda cowok, plis deh), saya berusaha selalu tampil enak dilihat karena itu memberikan saya perasaan puas pada diri sendiri dan membuat mood saya lebih baik. Kalau ada yang salah dengan itu ya maaf. Kalau saya dianggap dandan mentang-mentang belum laku, yah nggak apa deh, mudah-mudahan sih setelah nikah pun saya masih dandan seperti sekarang, nggak berubah jadi dekil mentang-mentang udah laku. Amin.

Jadi mending dandan atau nggak? Ya terserah lo, gitu aja rempong.

Comments

  1. mwahahahaha...lagi emosih ya jeng? :p
    sabarrr...eh, gimana kalo abis nikah ntar dandan-nya lebih rapih jali? pengen tau bakal dinyinyirin apa? secara kalo masih gadis suka dandan dibilang belum laku...lah kalo udah nikah suka dandan dibilang apa? :p

    ReplyDelete
  2. ehehehehe, entah ya... mungkin dibilang 'cih udah kawin masih aja centil" wkwkwkwkw

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Tanpa Alasan Khusus

Sebagai penjelasan yang (mungkin) ditunggu oleh teman-teman yang kemarin sempat tahu bahwa kami, saya dan Mr Defender, sedang mempersiapkan pernikahan (dan menanti undangan yang tak kunjung datang) maka saya merasa perlu memberitahukan bahwa kami sepakat untuk menunda menikah dalam waktu yang belum ditentukan. Kalau di antara teman-teman ada yang bertanya mengapa, atau lebih tepatnya ada apa, maka kami akan menjawab, tidak ada apa-apa. Pernikahan, memang kami tunda, tapi bukan karena alasan finansial (walaupun ya, saya dan dia memang kebetulan sama-sama sedang dalam kondisi finansial kurang bagus), bukan karena ada masalah dengan keluarga (bukan berarti masalah itu tidak ada, tapi bukan itu penyebab tertundanya pernikahan kami), juga bukan karena kami mendadak tidak yakin pada satu sama lain. Kami menunda karena belum siap (klise bukan). Atau tepatnya belum ingin. Tentu saja kami masih saling mencintai dan ingin menikah, suatu hari nanti. Tapi sekarang, kami merasa cukup nyaman ...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...