Skip to main content

Mudik

Mudik rasanya lekat sekali dengan kebiasaan (atau bahkan kebudayaan) bangsa kita di saat hari raya Idul Fitri. Wajar sih, karena sebagian besar warga Indonesiia beragama Islam dan merayakan Idul Fitri. Idul Fitri atau lebaran menjadi momen untuk berkumpul bersama keluarga dan bermaaf-maafan. Idul Fitri juga disertai dengan momen sungkem dan halal bi halal keluarga besar yang sudah setahun tidak bertemu entah karena kesibukan atau karena memang tinggal berjauhan. Bahkan acara reuni sekolah atau teman kuliah pun seringkali dilakukan pada momen puasa dan lebaran.

Nah di momen mudik ini semua yang bekerja di luar kota rasanya wajib banget untuk pulang kampung. Biarpun tiket susah atau macet di jalan, mudik tetap jalan terus. Sampai-sampai meliput arus mudik menjadi agenda tahunan setiap stasiun televisi. Rasanya kayak nggak afdol kali ya lebaran nggak di kampung halaman. Bahkan berbagai kecelakaan bis, kereta, sampai tragedi tol Brebes pun tidak menggentarkan semangat para pemudik untuk pulang kampung. Begitu terus, setiap tahun.


Cus Demi Moore termasuk orang yang jarang minta pulang kampung, namun lebaran-lebaran sebelumnya Cus selalu mudik walaupun sebenarnya dia tidak merayakan Idul Fitri. Saya sih memang selalu menawarkan Cus untuk mudik setahun sekali entah di hari lebaran atau tidak. Yang saya heran sih setiap kali pulang kampung Cus selalu mengeluhkan kehabisan uang. Saya kadang sampai syok. Bagaimana tidak, Cus itu sebagian besar gajinya masuk rekening dan saya tahu pasti dia hampir nggak pernah ambil. Tiket pulang Cus, bolak balik, baju lebaran, uang travel, sampai oleh-oleh semua kami sediakan. Bahkan juga uang jajan di jalan selalu kami berikan. THR yang jumlahnya lumayan pun saya berikan cash dengan tujuan agar Cus nggak susah-susah ke ATM di kampung nanti.

Awalnya sih saya merasa wajar Cus kehabisan uang selama di kampung, namanya mudik toh. Pasti dia ingin menyenangkan anak dan keluarganya di kampung, mungkin juga dia membeli beraneka barang elektronik di kampung. Cuma karena wajah Cus kusut setelah pertama pulang kampung, akhirnya saya tanya kenapa uangnya habis, memangnya beli apa. Dan saya kaget karena Cus bilang nggak beli apa-apa. Maksudnya nggak beli tanah, motor, sapi, barang elektronik atau gadget. Cuma beli magic com, katanya. Magic com kan cuma beberapa ratus ribu. Uang di rekeningnya kan belasan juta, masa iya habis dalam seminggu?

Lalu Cus bilang, uangnya habis diminta oleh teman-teman dan sanak saudara. Saya bilang, ya ampun Cus, kalau ngasih ya sewajarnya aja, Cus kan kerja capek-capek kenapa nggak ditabung aja nanti buat beli tanah, atau buat sekolah anak. Cus cuma menunduk. Saya sampai membicarakan hal ini dengan Mr Defender, kasihan dong kalau Cus diporotin sama orang di kampungnya. Mr Defender bilang, ya nggak tahu kan siapa tahu di kampungnya dia memang jor-joran. 

Tahun berikutnya ketika Cus mudik lagi saya wanti-wanti agar dia nggak jor-joran lagi. Kalau perlu ATM ditinggal aja, saya bilang. Cus mengiyakan. Seperti tahun lalu, dia kami bekali tiket, uang travel, baju lebaran, oleh-oleh. Kali ini THR, gaji dan uang saku sekaligus saya berikan cash. Ini Cus, kata saya, cukuplah ini kalau buat kasih angpau aja di kampung, nggak usah bobol ATM lagi. Cus tertawa.

Tapi dia balik dalam keadaan ATM kosong lagi. Ya ampun, kata saya. Memangnya Cus ngapain aja sih di kampung? Ya jalan-jalan, makan, bagi uang ke saudara, katanya. 

Astaga, Cus, kami aja mudik sekeluarga dan bagi angpau lebaran, nggak sampai habis belasan juta juga dalam seminggu. Saya jadi berpikir benar juga yang dibilang Mr Defender, jangan-jangan keluarganya memang suka morotin karena Cus yang berlagak kaya. Jangan-jangan di kampung tiap hari dia sewa mobil ke tempat wisata lalu traktir makan dan bagi uang buat orang satu desa.

Hm, mungkin karena itu juga para TKW uangnya nggak jadi apa-apa di kampung, padahal gajinya besar. Ah, bukankah Cus Demi Moore juga dulunya TKW? Kasihan kalau dipikir-pikir, uangnya cuma buat dari lebaran ke lebaran. Tapi mau gimana lagi, susah dibilanginnya...

Saya sendiri termasuk yang jarang mudik lebaran. Bukan apa-apa, tiket mahal, cuti susah dan kendaraan ramainya ampun-ampunan tiap kali menjelang dan setelah lebaran. Hitung-hitung sudah enam kali lebaran kami nggak mudik, walaupun kami sering pulang kampung di hari lain. Tapi tahun ini akhirnya kami merencanakan mudik karena ada tiket murah dan cuti bersama lumayan panjang. 

Eh, eh, tahunya Cus datang dan bilang, "Saya nggak mudik ya Ibu, mau hemat aja uangnya..."

Ah, ya sudahlah...

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku