Skip to main content

Kapan Menikah?

Saya sama sekali tidak terganggu dengan pertanyaan itu kok. Apalagi kalau yang bertanya adalah kenalan, teman, atau saudara yang sudah lama tidak bertemu, dan tidak tahu kabar terakhir dari saya. Siapa tahu maksud mereka adalah 'Sedang merencanakan pernikahan ya? Kalau ya, ditunggu undangannya.' Juga sahabat atau keluarga, yang saya percaya bahwa mereka bertanya karena sungguh peduli pada kelangsungan hidup dan kebahagiaan saya. Yang untungnya orang-orang terdekat saya justru adalah orang yang paling jarang bertanya, karena mereka tahu benar mengapa saya belum menikah sampai hari ini.

Kalau yang bertanya hanya bermaksud basa-basi, paling saya juga akan menjawab sambil bercanda 'nanti nunggu gajian' ala Okke Sepatumerah atau 'nanti nunggu harga cabe turun, katering mahal' ala @roidtaufan. Ngapain capek-capek menjelaskan alasan kita, atau apalagi marah, kalau yang nanya juga cuma basa-basi kan? Begitu pula kalau saya mengucapkan selamat kepada teman yang baru menikah, lalu dijawab dengan 'kapan nyusul?' palingan saya akan bilang 'doain aja ya' atau 'nyusul ke mana? ke kamar pengantin maksud lo?' (Walaupun sekarang saya jadi malas bilang selamat di media sosial, karena selain si pengantin yang nanya kapan nyusul, orang-orang pun akan memberi komentar serupa.)

Tapi yang paling malesin adalah, orang yang sudah bertanya dan sudah dijawab seadanya, tapi masih saja 'mencecar' dengan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya seperti 'nunggu apalagi sih? kan udah lulus kuliah, udah sama-sama kerja' atau 'ngapain lama-lama pacaran, dosa loh' atau bahkan 'keburu jadi perawan tua, lewat usia subur lo ntar'. Yang begini ini bikin capek, kita seperti petarung yang dipaksa mempertahankan diri (lebay). Maksud saya, ya sudahlah, orang kan belum nikah juga karena ada alasannya. Dan nggak semua orang menganggap pernikahan itu cuma prosesi setelah lulus kuliah dan kerja, atau bercinta secara halal tiap hari, atau untuk bereproduksi doang (lagian spesies manusia juga nggak akan punah sekalipun saya nggak nikah kan??). Atau apalagi demi agar tidak dicap perawan tua atau nggak laku. Maaf, tapi buat saya pernikahan itu sesuatu yang besar, makanya saya nggak mau buru-buru. Dan kehidupan lajang saya dengan segala kenikmatan dan keribetannya juga sesuatu yang berharga, makanya saya nggak ingin mengakhirinya buru-buru.

Jadi, tenang saja, nanti suatu hari, saya akan sampai juga pada momentum itu, di mana saya merasa cukup dengan kelajangan saya, lalu ingin membangun sesuatu yang baru bersama pasangan. Saat itu akan datang sendiri, tak perlu dikarbit atau diinduksi. Dan segala komentar, pertanyaan, bahkan mungkin cemoohan dari siapa pun, tidak akan membuat saat itu datang lebih cepat. Jadi, simpan saja semuanya untuk mereka yang membutuhkan (kalau ada), dan yang jelas itu bukan saya. Terima kasih.

Comments

  1. lagi sensi yo mbak??
    okeh sek takon? hohoho

    ReplyDelete
  2. hahahaha... endak del, ndak sensi... tapi capek jawabnya :P

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

50

foto oleh Hanung Ketenangan dan kebahagiaan hidup sejati lahir dari cara kita menjalani hidup, dari tujuan yang ingin kita capai dari hidup yang cuma sekali ini. Saya yakin itu. Selain kebahagiaan sejati itu, ada juga kegembiraan-kegembiraan kecil yang mampu melukis senyum di wajah kita setiap hari, menghapus kepenatan hari ini dan membuat kita kembali bersemangat pada tujuan besar kita. Kegembiraan kecil itu bisa berbeda bentuknya untuk setiap orang, tetapi untuk saya adalah: melihat orang makan masakan saya dengan lahap berhasil menduplikasi masakan restoran di dapur sendiri aroma kue yang masih panas matahari terbit di puncak gunung melihat embun menetes dari daun-daun di pagi hari sinar matahari pagi (lagi! saya cinta matahari) melihat foto bunga, hujan, atau matahari dengan efek bokeh mencuci film dan hasilnya bagus membaca komik-komik Adachi Mitsuru menonton film-film HBO di Minggu siang sambil makan cemilan membaca komen-komen di blog, walaupun sedikit t