Skip to main content

thank you for loving me

Pulau Beras Basah, April 2011

Berharap aku bisa memainkan lagu ini untukmu dengan biola beberapa minggu lagi :)

Terima kasih, untuk selalu mengangkat telepon dariku jam berapa pun itu. Terima kasih untuk kesediaanmu mengantarku ke mana pun dan kapan pun saat aku membutuhkanmu. Terima kasih untuk kerelaan menahan hasrat membeli sepatu futsal demi tiket PP Balikpapan-Jakarta setiap dua bulan, selama dua tahun penuh. Terima kasih untuk seluruh minggu pagi yang kauhabiskan menemaniku mengangkut belanjaan dari pasar.
Terima kasih untuk tidak mengambil hati semua yang kukatakan saat aku sedang PMS. Terima kasih untuk tidak pernah pergi saat aku marah. Terima kasih untuk selalu percaya bahwa dalam segala perdebatan dan pertengkaran, aku selalu cinta.
Terima kasih untuk seluruh perjalanan dan tamasya yang kita lakukan bersama. Terima kasih untuk semua sesi-sesi foto gila di pinggir jalan raya. Terima kasih untuk kesediaanmu menghamburkan pertamax ymenemaniku keliling jalanan Samarinda tiap malam sebelum tidur.
Terima kasih untuk selalu bersedia membeli tiket ekstra dan menemaniku ke mana pun aku terbang, untuk selalu menggenggam tanganku yang dingin hingga lampu sabuk pengaman dipadamkan, untuk terjaga sepanjang penerbangan selama apa pun itu, memastikan aku tidak sesak nafas, dan selalu menjawab aku yang bertanya berapa lama lagi kita mendarat tiap lima menit sekali. Terima kasih untuk mengerti bahwa tidak semudah itu bagiku menginjakkan kaki ke gedung bioskop. Terima kasih untuk memahami bahwa aku tidak bisa menyetir dengan kecepatan di atas 60 dan selalu senewen jika di depan kendaraanku ada truk beroda enam.
Terima kasih untuk memberikanku waktu bersama teman-teman perempuanku walaupun itu di malam Minggu. Terima kasih untuk tetap membiarkanku keluar malam dengan teman-teman lelakiku kapan pun aku mau. Terima kasih untuk tidak bersusah payah mengecek inbox ponsel atau meminta password emailku. Terima kasih untuk membiarkanku naik gunung atau melakukan perjalanan berhari-hari ke tempat-tempat tanpa sinyal operator. Terima kasih untuk selalu mengizinkanku pergi ke Rolling Stone Party dan ke konser artis apa pun yang aku mau.  Terima kasih untuk tidak protes pada dua rak buku penuh komik atau rak sepatu yang kini tak muat lagi. Terima kasih untuk tidak berusaha memodifikasiku menjadi perempuan yang lebih sempurna.
Terima kasih untuk tidak pernah menanyakan masa laluku, sekaligus kesediaanmu mendengarkan jika aku ingin menceritakan. Terima kasih untuk tidak pernah membandingkanku dengan orang dari masa lalumu. Terima kasih untuk menerima dan memaafkan kesalahan dan aib-aibku di masa lalu.
Terima kasih untuk memanggilku cah ayu dan bukan sayang atau beb atau mama. Terima kasih untuk selalu mengatakan aku cewek tercantik dan terkeren di dunia. Terima kasih untuk semua rekaman gitar lagu-lagu cinta untukku. Terima kasih untuk kata-kata aku sayang kamu yang kauucapkan setiap hari dan semua sms-sms cintamu dalam bahasa Jawa yang selalu membuat hariku lebih berwarna.
Terima kasih untuk selalu menyediakan bahu, telinga, dan genggaman tanganmu untukku setiap kali aku menangis. Terima kasih untuk bertanya di saat memang harus dan tidak bertanya saat kesedihanku tidak butuh alasan. Terima kasih untuk selalu memberiku alasan tersenyum kembali setelah deraian air mata.
Terima kasih untuk selalu menegurku jika suatu hari aku terlalu judes pada waiter Pizza Hut yang lelet. Terima kasih untuk selalu mengingatkanku saat aku terlalu banyak mengeluh. Terima kasih untuk selalu mengajakku jogging pagi setiap kali kau merasa pipiku bertambah chubby. Terima kasih untuk selalu jujur berkata aku tidak pantas memakai warna biru dan hijau atau jika bajuku mirip emak-emak arisan.
Terima kasih untuk menjadi teman diskusi yang menyenangkan tentang musik dan film dan agama dan spiritualisme dan hidup. Terima kasih untuk sebagian pandangan hidup yang sama dan sebagian lagi yang berbeda. Terima kasih untuk selalu berpikiran terbuka dan sekaligus menerima keterbukaanku. Terima kasih untuk menjadi manusia yang memandang dunia ini tidak dengan kacamata norma. Terima kasih untuk tidak menilai manusia dengan apa yang asalnya bukan dari hati. Terima kasih untuk jiwamu yang merdeka.
Terima kasih untuk tetap menjadi lelaki yang sama yang membuatku jatuh cinta. Terima kasih untuk tidak membiarkanku mendominasi atau mengubahmu menjadi seperti yang aku mau. Terima kasih untuk tetap menjadi dirimu, yang tetap tak pernah memberiku bunga, yang tetap menyisakan dua malam dalam seminggu untuk futsal dan teman-teman prianya, yang tetap punya ruang dan hidupnya sendiri. Terima kasih untuk tetap menjadi individu yang bahagia.
Terima kasih untuk tetap menjadi dirimu yang mencintaiku.

Yes I kow perfect guy doesn't exist. But yes, I have a perfect boyfriend. So perfect I couldn't ask for more.
Yes I'm a lucky girl.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku