Skip to main content

Manjali dan Cakrabirawa


Akhirnya saya menulis juga tentang buku ini, setelah membacanya lima kali, hahaha.

Saya suka semua buku Ayu Utami, dan yang satu ini bukan perkecualian. Buku ini merupakan buku kedua dari seri Bilangan Fu, begitu kata tulisan di sampul belakangnya. Bilangan Fu sendiri merupakan buku yang juga sangat saya sukai (bahkan sebenarnya saya tidak bisa memilih mana buku favorit saya dari semua buku Ayu, semuanya sangat indah dan saya jatuh cinta!), merupakan roman yang sangat ideologis dan spiritual bagi saya, yang mungkin akan saya benci seandainya saya membacanya empat atau lima tahun lalu saat saya belum se-open minded sekarang.

Manjali dan Cakrabirawa, adalah novel yang mengambil setting waktu pada saat Marja berlibur bersama Parang Jati (dalam Bilangan Fu diceritakan bahwa Yuda menitipkan Marja untuk berlibur), jadi novel ini semacam fragmen yang belum diceritakan di tengah novel Bilangan Fu. Kalau Bilangan Fu lebih banyak bercerita dari sisi Yuda, maka novel ini bercerita dari sisi Marja si gadis kota. Dan kalau ada beberapa review yang mengatakan bahwa dalam novel ini Bilangan Fu kehilangan 'kedalaman'-nya, menurut saya tidak begitu, sebab bukankah novel ini memang mengisahkan Marja si anak metropolitan yang baru memulai hidup sadar dan sehat holistik (menurut istilah Reza Gunawan, hehehehe).

Novel ini, sebagaimana novel-novel Ayu yang lain, adalah karya yang sangat 'kaya', sangat humanis, dan dia hanya berkisah, tidak mendogma, tidak berusaha meninggalkan pesan moral atau memaksakan ending yang indah. Novel ini indah di semua bagian, hingga ending yang indah terasa tidak perlu. Dan novel ini membuat saya merasa manusia, merasa tidak hidup dalam dikotomi, merasa tidak hitam putih, sebaliknya saya adalah kanvas yang penuh spektrum warna, dan seperti kata Jerinx SID: memiliki hitam dan putih secara seimbang, sebab keduanya menjadikan kita seutuhnya manusia. 

Saya sangat suka bagian di mana Marja mencintai Yuda dan Parang Jati lebih dari eros, lebih dari percintaan pria dan wanita. Saya suka bahwa Ayu menggambarkan Marja sebagai manusia, bukan cuma perempuan, manusia yang bisa mencintai dua kekasih seperti ibu mencintai dua anaknya. Saya suka bahwa kisah Marja yang mencintai dua lelaki tidak dikisahkan seperti pengkhianatan, atau perselingkuhan, atau poliandri (karena memang bukan begitu. karena hati manusia memang sungguh tidak sesederhana itu). 
Ayu Utami resmi menjadi penulis Indonesia yang semua bukunya akan saya beli tanpa ragu, setelah Umar Kayam dan Pramudya Ananta Toer :)

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Tanpa Alasan Khusus

Sebagai penjelasan yang (mungkin) ditunggu oleh teman-teman yang kemarin sempat tahu bahwa kami, saya dan Mr Defender, sedang mempersiapkan pernikahan (dan menanti undangan yang tak kunjung datang) maka saya merasa perlu memberitahukan bahwa kami sepakat untuk menunda menikah dalam waktu yang belum ditentukan. Kalau di antara teman-teman ada yang bertanya mengapa, atau lebih tepatnya ada apa, maka kami akan menjawab, tidak ada apa-apa. Pernikahan, memang kami tunda, tapi bukan karena alasan finansial (walaupun ya, saya dan dia memang kebetulan sama-sama sedang dalam kondisi finansial kurang bagus), bukan karena ada masalah dengan keluarga (bukan berarti masalah itu tidak ada, tapi bukan itu penyebab tertundanya pernikahan kami), juga bukan karena kami mendadak tidak yakin pada satu sama lain. Kami menunda karena belum siap (klise bukan). Atau tepatnya belum ingin. Tentu saja kami masih saling mencintai dan ingin menikah, suatu hari nanti. Tapi sekarang, kami merasa cukup nyaman ...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...