Saya pernah bertanya kepada beberapa teman terdekat saya: seandainya suatu hari lo ketemu sama diri lo sendiri sebagai orang lain, lo bakal suka nggak sama diri lo itu?
Sebenarnya itu adalah kegelisahan saya sendiri yang (mungkin) pada saat itu merasa bahwa saya (mungkin) tidak akan menyukai diri saya sendiri seandainya saya ini orang lain. Banyak sifat saya sendiri yang tidak saya sukai, misalnya: saya orang yang nggak bisa menyembunyikan perasaan nggak suka, saya egois, saya sering menilai diri sendiri terlalu tinggi dan sering meremehkan orang (karena kebiasaan menjadi yang nomor satu), saya bersikap buruk justru pada orang-orang yang paling mencintai saya, saya sering berlebihan menanggapi suatu masalah dan merasa paling malang di dunia, saya hedonis dan belum banyak yang saya lakukan untuk orang lain, dan sebagainya.
Dan yang paling saya benci... saya (kadang) munafik. Dalam banyak hal. Misalnya, saya melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak ingin saya lakukan karena saya pengen dianggap baik. Ini lebih banyak kaitannya dengan perintah agama sih. Dan walaupun itu secara norma baik, tapi hati saya tetap tersiksa karena saya tahu itu bukan saya. Contoh kecilnya, saya sebenarnya sangat ingin memeluk Miki, anjing saya, dan saya sebenarnya tidak keberatan mencuci seluruh tubuh saya tujuh kali termasuk salah satunya dengan tanah setelahnya, namun seringkali tidak saya lakukan lebih karena orang lain merasa itu tidak pantas dilakukan oleh saya yang muslim dan dianggap mengerti agama.
Itu contoh yang kecil tentang hal kecil. Masih banyak lagi kemunafikan saya, dan mungkin tentang hal-hal besar, dan itu sangat menggelisahkan saya karena pada dasarnya saya ingin menjadi diri sendiri dan diterima orang lain sebagai diri saya sendiri. Saya yang (dianggap) tidak menjaga pergaulan dengan lawan jenis karena punya pacar dan berteman akrab dengan cowok-cowok, masih suka ngomongin orang kalau lagi sama sahabat terpercaya, tidak lembut dan sabar hati seperti tokoh utama sinetron Ramadhan, suka datang ke gig musik, termasuk yang kadangkala digelar di pub, tidur setenda dengan teman-teman cewek dan cowok saat naik gunung, ikut meditasi di klenteng, berteman sama orang-orang yang alkoholik, dan memelihara anjing pula. Inilah diri saya yang sebenarnya.
Saya sadar bahwa saya muslim yang memilih untuk melaksanakan perintah agama. Bahwa kemudian ada perintah lain yang saya langgar, bagi saya bukan alasan untuk berhenti melakukan perintah lainnya. Sebab menjadi beragama bukan ijasah kelulusan yang mensyaratkan saya untuk harus sudah menjadi 100% baik ketika memeluknya. Makanya saya tidak setuju dengan yang mengatakan muslim tapi kok begini, solat tapi kok begitu. (Setidaknya bagi saya) setiap perintah agama itu adalah ibadah, sama saja dengan solat, puasa, berinfaq, berbuat baik pada orang tua. Hanya karena kita belum melaksanakan salah satunya, tidak berarti kita harus meninggalkan semuanya kan? Sebagai manusia, sebagai muslim saya terus mencari dan terus berproses, mungkin tidak seluruh prosesnya adalah kemajuan, bisa jadi saya jalan di tempat atau malah mundur, tapi itulah proses saya, dan saya tidak merasa bahwa kesalahan-kesalahan yang saya lakukan adalah aib. Kesalahan-kesalahan itu ingin saya akui dengan lapang dada, dengan penyesalan yang tulus, namun tidak akan saya ingkari bahwa saya melakukannya.
Dan saya ingin dicintai dan diterima sebagai mana adanya saya. 100% diri saya, tanpa sedikit pun bahan palsu dan KW di dalamnya. Amin.
Itu contoh yang kecil tentang hal kecil. Masih banyak lagi kemunafikan saya, dan mungkin tentang hal-hal besar, dan itu sangat menggelisahkan saya karena pada dasarnya saya ingin menjadi diri sendiri dan diterima orang lain sebagai diri saya sendiri. Saya yang (dianggap) tidak menjaga pergaulan dengan lawan jenis karena punya pacar dan berteman akrab dengan cowok-cowok, masih suka ngomongin orang kalau lagi sama sahabat terpercaya, tidak lembut dan sabar hati seperti tokoh utama sinetron Ramadhan, suka datang ke gig musik, termasuk yang kadangkala digelar di pub, tidur setenda dengan teman-teman cewek dan cowok saat naik gunung, ikut meditasi di klenteng, berteman sama orang-orang yang alkoholik, dan memelihara anjing pula. Inilah diri saya yang sebenarnya.
Saya sadar bahwa saya muslim yang memilih untuk melaksanakan perintah agama. Bahwa kemudian ada perintah lain yang saya langgar, bagi saya bukan alasan untuk berhenti melakukan perintah lainnya. Sebab menjadi beragama bukan ijasah kelulusan yang mensyaratkan saya untuk harus sudah menjadi 100% baik ketika memeluknya. Makanya saya tidak setuju dengan yang mengatakan muslim tapi kok begini, solat tapi kok begitu. (Setidaknya bagi saya) setiap perintah agama itu adalah ibadah, sama saja dengan solat, puasa, berinfaq, berbuat baik pada orang tua. Hanya karena kita belum melaksanakan salah satunya, tidak berarti kita harus meninggalkan semuanya kan? Sebagai manusia, sebagai muslim saya terus mencari dan terus berproses, mungkin tidak seluruh prosesnya adalah kemajuan, bisa jadi saya jalan di tempat atau malah mundur, tapi itulah proses saya, dan saya tidak merasa bahwa kesalahan-kesalahan yang saya lakukan adalah aib. Kesalahan-kesalahan itu ingin saya akui dengan lapang dada, dengan penyesalan yang tulus, namun tidak akan saya ingkari bahwa saya melakukannya.
Dan saya ingin dicintai dan diterima sebagai mana adanya saya. 100% diri saya, tanpa sedikit pun bahan palsu dan KW di dalamnya. Amin.
Comments
Post a Comment