Skip to main content

yang lebih hangat dari minyak telon

Jadi, menurut ayah saya yang sangat menjunjung tinggi adat istiadat Jawa, hari baik untuk pernikahan saya jatuh pada hari... SELASA. Jengjeng. Sedih dong kami, sebab sudah pasti hampir tak ada teman-teman dekat kami (yang lokasinya sudah di luar kota semua) yang bisa hadir dalam pernikahan kami. Selasa gitu, hari kerja, dan di tengah-tengah pula. kalau misalnya Jumat atau Senin kan masih bisa capcus sehari.

Karena saya dan Mr Defender sudah sepakat bahwa acara pernikahan ini tidak akan menjadi drama (baca: akan sepenuhnya jadi harinya orangtua saya, dan kami akan sebisa mungkin menurut baik soal lokasi, waktu, acara adat, termasuk hal-hal remeh seperti suvenir atau band pengisi acara yang nampaknya sudah pasti gamelan jawa) maka kami tidak memprotes. Apa kata mereka saja deh, lagian kami juga nggak akan bisa mengurus acara itu kan, jadi pasrah total. Lalu kami memberitahukan beberapa teman dekat kami tentang rencana ini, dan jawaban mereka sungguh mengejutkan.

"Aku pasti datang, JANJI, nanti aku pikirin enaknya cutinya Selasa ke belakang atau Jumat ke depan."
(Andi, drummer amatir (^_^) dan pekerja urban berjadwal padat, berlokasi di Jakarta)

"Wah alhamdulillah sudah dapat tanggal, harinya bagus banget lagi karena pas ulang tahunku. Nanti mau dibuatin surat sakit ya buat bolos kalau nggak bisa cuti."
(Yella, calon pegawai yang belum tahu di mana lokasi dia akan bertugas di hari pernikahan saya)

"Aku PASTI datang, sudah kupasang reminder di hapeku biar ingat untuk cuti."
(Prabu, martir kebijakan perekonomian Indonesia, berlokasi di Banten)

"Siap! Kalau nggak terbentur sama jadwal ujian pasti datang kok."
(Hanung, fotografer dan mahasiswa tua, berlokasi di Surabaya)

"Insya Allah dateng. Bener-bener harus dateng."
(Viona, pegawai dan seleb dunia maya, berlokasi di Surabaya)

Saya dipenuhi rasa bahagia yang menghangatkan hati, sebab hari itu saya hanya memberitahukan tanggal pasti pernikahan kami kepada lima orang, dan kelima-limanya tanpa kecuali tidak keberatan untuk menempuh jarak yang jauh dan merelakan tiga hari dari jatah cuti yang hanya dua belas hari setahun (pun masih dipotong cuti bersama) untuk menghadirinya. Well, sebenarnya ada dua orang lagi yang udah dikasih tahu tapi belum merespon, bahkan smsnya pun belum terkirim karena sedang berada di tengah hutan tanpa sinyal, hehehehe. Ditunggu kabarnya ya Mund! 

Dan untuk semua teman-teman lainnya yang saya tahu selalu dengan tulus mendoakan keberhasilan hubungan kami, mereka yang selalu menyemangati dan turut berbahagia dengan rencana pernikahan kami, terima kasih banyak!



Update terbaru:
Jawaban dari Mundhi, pekerja yang berkantor di belantara timur Indonesia: Kenapa sih harinya Selasa? Gak ada pilihan lain apa dari orangtua?

Dan Mr Defender menjawab: Ada beberapa pilihan tanggal Mun, tapi harinya Selasa semua!

Mundhi: ..................................

Hahahaha! Tapi biar begitu Mundhi tetap memastikan datang (dan beserta orang tuanya yang sudah menganggap Mr Defender anak sendiri). Buat saya itu sangat menyentuh hati, apalagi mengingat rute (juga waktu dan biaya) yang akan ditempuh Mundhi untuk menghadiri pernikahan kami: Manado-Makassar-Surabaya-Kediri-Jogja.

Jawaban dari Bustanul, pegawai pajak yang berlokasi di Mamuju:
Insya Allah aku usahain, acaranya di rumahmu?

Saya  hampir nangis loh,  soalnya Mamuju itu kan  jauh banget... plesetan dari maju mundur jurang, dan saya bahkan nggak bisa membayangkan posisinya dalam peta Indonesia dan apakah mata uangnya rupiah atau barter hahaha.

Terima kasih teman-teman semuanya, kalian benar-benar membuat saya bahagia. Bahkan membaca kembali sms-sms kalian pun membuat saya berkaca-kaca.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Tanpa Alasan Khusus

Sebagai penjelasan yang (mungkin) ditunggu oleh teman-teman yang kemarin sempat tahu bahwa kami, saya dan Mr Defender, sedang mempersiapkan pernikahan (dan menanti undangan yang tak kunjung datang) maka saya merasa perlu memberitahukan bahwa kami sepakat untuk menunda menikah dalam waktu yang belum ditentukan. Kalau di antara teman-teman ada yang bertanya mengapa, atau lebih tepatnya ada apa, maka kami akan menjawab, tidak ada apa-apa. Pernikahan, memang kami tunda, tapi bukan karena alasan finansial (walaupun ya, saya dan dia memang kebetulan sama-sama sedang dalam kondisi finansial kurang bagus), bukan karena ada masalah dengan keluarga (bukan berarti masalah itu tidak ada, tapi bukan itu penyebab tertundanya pernikahan kami), juga bukan karena kami mendadak tidak yakin pada satu sama lain. Kami menunda karena belum siap (klise bukan). Atau tepatnya belum ingin. Tentu saja kami masih saling mencintai dan ingin menikah, suatu hari nanti. Tapi sekarang, kami merasa cukup nyaman ...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...