Skip to main content

malam dan segelas bir


Di suatu malam, kamu mengajak saya keluar, minum segelas dua gelas bir atau anggur kolesom cap orang tua. Bicara tentang apa saja, atau bukan tentang apa-apa. Saya tahu itu adalah bahasa kode untuk "aku sedang tidak baik-baik saja, tapi tolong jangan tanya kenapa", maka saya mengambil helm dan duduk di boncengan motormu. Dan mesin pun menderu.

Dalam perjalanan melintas pelabuhan, saya iseng berkomentar tentang seorang lelaki kurus setengah baya yang menyandang tas punggung, menunggu angkutan, ataukah jemputan. "Dia baru datang dari pekerjaannya di rig, dan membawa satu tas penuh uang untuk dihabiskan selama dua minggu sebelum harus pergi lagi selama enam minggu."

Kamu tertawa. "Mungkin dia cuma baru pulang berjualan tiket speed di pelabuhan."

"Kamu kurang imajinasi," kata saya sambil melingkarkan tangan di pinggangmu. "Sedikit khayalan tidak akan membunuh."

"Kalau aku punya setengah saja imajinasimu, aku bisa gila." Kenapa, saya bertanya.

"Hidupku tidak perlu lagi drama."

Lalu senyap hingga botol kedua. 

"Over thinking ruins you. It makes you worry and makes thing worse than it actually is."

"Seperti cerita cabut gigi-nya Dalai Lama..."

Kamu mengambil gelas dari tanganku. "Ayo kuantar pulang."

"Lho, kenapa?"

"Karena kamu sudah sangat mabuk, atau mengantuk sampai tidak bisa membedakan Ajahn Brahm dan Dalai Lama."

Kita tertawa. Kamu tertawa. Dan kita memang mabuk atau mengantuk karena saya tidak ingat meninggalkan helm kesayangan saya di sana. Tapi kamu tak sedih lagi. Dan saya tak bosan lagi.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Tanpa Alasan Khusus

Sebagai penjelasan yang (mungkin) ditunggu oleh teman-teman yang kemarin sempat tahu bahwa kami, saya dan Mr Defender, sedang mempersiapkan pernikahan (dan menanti undangan yang tak kunjung datang) maka saya merasa perlu memberitahukan bahwa kami sepakat untuk menunda menikah dalam waktu yang belum ditentukan. Kalau di antara teman-teman ada yang bertanya mengapa, atau lebih tepatnya ada apa, maka kami akan menjawab, tidak ada apa-apa. Pernikahan, memang kami tunda, tapi bukan karena alasan finansial (walaupun ya, saya dan dia memang kebetulan sama-sama sedang dalam kondisi finansial kurang bagus), bukan karena ada masalah dengan keluarga (bukan berarti masalah itu tidak ada, tapi bukan itu penyebab tertundanya pernikahan kami), juga bukan karena kami mendadak tidak yakin pada satu sama lain. Kami menunda karena belum siap (klise bukan). Atau tepatnya belum ingin. Tentu saja kami masih saling mencintai dan ingin menikah, suatu hari nanti. Tapi sekarang, kami merasa cukup nyaman ...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...