Skip to main content

kepada diriku di tahun lalu

Catatan:
Tulisan ini sebenarnya udah jadi draft sejak akhir Desember-awal Januari kemarin, tapi karena lagi sibuk (alasan) jadi baru dapat mood-nya untuk menyelesaikan sekarang.

terinspirasi oleh tulisan ini dan ini

Terima kasihku kepada diri sendiri di tahun lalu:
  • Terima kasih untuk selalu menjadi diri sendiri, 100% orisinal dan tidak berusaha menjadi orang lain untuk mengesankan orang lain.
  • Terima kasih telah mencintai tanpa menimbang untung rugi, mencintai tanpa rasa takut dan keraguan.
  • Terima kasih untuk tidak mengabaikan kegelisahan spiritualmu, untuk tidak mengabaikan pertanyaan-pertanyaan dalam hatimu, untuk mempertanyakan lagi segala yang selama ini engkau yakini.
  • Terima kasih telah mau mencari kesejatian dari dalam dirimu sendiri dan mendengarkan Tuhan dari telinga dan hatimu, walaupun dengan banyak cercaan dan pandangan sinis orang lain.
  • Terima kasih untuk memilih apa yang menurutmu terbaik walaupun mungkin itu bukan yang terbaik, karena pilihanmulah yang penting.
  • Terima kasih telah membuat langkah-langkah yang berani, dan terima kasih untuk keberanianmu menanggung segala resiko dari setiap langkah yang kautapakkan.
  • Terima kasih untuk bersahabat dengan mendengarkan kata hati, untuk tidak lagi memandang segala perbedaan di permukaan, untuk bersahabat dengan apa yang ada di balik kulit dan bukan di luarnya.
  • Terima kasih untuk keberanianmu mengatakan tidak, untuk berkata jangan, untuk tidak setuju, untuk bangkit dan melawan pada segala yang tidak engkau inginkan.
  • Terima kasih telah selalu berusaha menjadi versi terbaik dari dirimu, setiap hari.
Terima kasih, sudah menjadikanku aku yang hari ini. Aku sangat mencintaimu.

    Comments

    Popular posts from this blog

    sepatu

    Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

    Mau Jadi Apa?

    Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

    Kurikulum

    Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku