Skip to main content

pulang



Dan lalu, air mata tak mungkin lagi kini bicara tentang rasa. Bawa aku pulang, rindu! Segera. (Float)

"Aku menghormatimu karena aku menghargai dia yang kucintai dan mencintaimu." Pernah kuucapkan kalimat sekejam itu padanya, entah nyata atau dalam mimpi. Apa reaksinya saat itu? Menangis? Membisu? Bagiku semuanya seperti tawa mengejek di masa itu, dan aku muak. Muak akan segala.

"Aku tidak pernah memilihmu. Bukan mauku kita bertemu di dunia ini." Itu juga pernah kuteriakkan. Lalu aku berdemonstrasi memprotes Tuhan.

Kini, bertahun kemudian, setelah aku berdamai dengan diriku sendiri dan juga dengan Tuhan, baru aku bisa sedikit menakar seperti apa perasaannya. Dulu dan juga saat ini.

Beberapa hal di dunia ini adalah vonis tanpa opsi banding. Aku hanya harus mencuci otakku sendiri bahwa hukuman seumur hidup bisa menyenangkan kalau aku memandangnya sebagai: punya tempat tinggal bebas sewa, makan gratis, tidak perlu mencari pekerjaan yang membayarkan uang pensiun.

Kini, setelah kuperoleh tiket kebebasan itu, setelah ribuan mil kaki ini melangkah, setelah entah berapa kali jatuh cinta dan patah hati yang kualami, dengan besar hati harus kuakui bahwa dialah yang pertama terlintas di kepalaku saat aku memikirkan kata itu. Tempat berteduh hati kala biru.

Apakah Tuhan akan menghukumku? Ataukah kini Dia sudah?

Aku benci pulang karena tiap detik di sana menyesakkan.

Jangan lagi datang. Jangan lagi pulang, rindu! pergi jauh.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...