Skip to main content

Tak Perlu Surat Balasan, Kawan

The only true love is unrequited love. (Signora Malena)

Hai, kamu. Terkejutkah kamu kalau saya mengatakan dengan jujur dan setulusnya, seandainya seluruh pria yang saya kenal di dunia ini dinilai berdasarkan berbagai aspek kualitas dan seluruh nilainya digabungkan dan dirata-rata, kamu adalah yang rangking satu buat saya?

Tidak? Ya? Harusnya tidak. Atau ya. Tapi lebih tepat tidak karena begitu sering saya mengucapkan itu sama kamu.

Dulu, saya menjadi sangat tergantung sama kamu. Secara emosi. Apakah saya mencintaimu (dulu)? Entahlah. (sekarang, saya pun tak bisa pasti menjawab tidak, apalagi ya). Saya membutuhkanmu. Secara kedekatan emosi. Saya tidak rela sewaktu kamu memilih malam mingguan di tempat itu bersama teman-temanmu. Saya benci setengah mati ketika kamu tenggelam di bagian lain duniamu, pulau tropis milikmu dan mereka di mana di sana saya tidak eksis buat kamu.

Saya menyeberangi laut itu untuk bisa bersama kamu. Kamu mengulurkan tangan menyambutku, mereka tersenyum mengucapkan selamat datang. Kita tertawa. Kita bahagia, tanpa perlu mempertanyakan apa-apa. Tidak ada yang harus dibuktikan, tidak ada yang diubah, tidak ada yang perlu dijelaskan. Tidak ada garis yang harus dilewati, atau jembatan yang harus diseberangi. Tidak perlu ada jawaban.

Tapi tak ada jawaban itu tak bisa bertahan selamanya, kan? Matahari akan tenggelam dan pesta pasti berakhir. Ada saatnya kita harus benar-benar melambaikan perpisahan. Dan saya, saya manusia egois yang tidak bisa melepaskan. Apalagi dengan kerelaan. Padahal saya ingin kamu bahagia, sumpah.

Sungguhkah tak perlu ada jawaban?

Mungkin karena saya sudah tahu apa jawaban kamu. Atau saya belum tahu, tapi saya tahu konsekuensi yang akan timbul apa pun jawabanmu, dulu atau kini. Tak ada yang kupilih dari  seronoknya merah atau pedihnya biru. Aku mau yang warna ungu.

Maka biarkan saya, yang egois dan pengecut ini, berenang sendiri di tepi pulau tropismu. Memandangi liuk lambai pohon kelapamu. Menatapi mereka yang pergi dan yang singgah di pasir pantaimu.

Hanya dalam jarak ini kita sama-sama bahagia. Kamu tahu itu, kan?

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Tanpa Alasan Khusus

Sebagai penjelasan yang (mungkin) ditunggu oleh teman-teman yang kemarin sempat tahu bahwa kami, saya dan Mr Defender, sedang mempersiapkan pernikahan (dan menanti undangan yang tak kunjung datang) maka saya merasa perlu memberitahukan bahwa kami sepakat untuk menunda menikah dalam waktu yang belum ditentukan. Kalau di antara teman-teman ada yang bertanya mengapa, atau lebih tepatnya ada apa, maka kami akan menjawab, tidak ada apa-apa. Pernikahan, memang kami tunda, tapi bukan karena alasan finansial (walaupun ya, saya dan dia memang kebetulan sama-sama sedang dalam kondisi finansial kurang bagus), bukan karena ada masalah dengan keluarga (bukan berarti masalah itu tidak ada, tapi bukan itu penyebab tertundanya pernikahan kami), juga bukan karena kami mendadak tidak yakin pada satu sama lain. Kami menunda karena belum siap (klise bukan). Atau tepatnya belum ingin. Tentu saja kami masih saling mencintai dan ingin menikah, suatu hari nanti. Tapi sekarang, kami merasa cukup nyaman ...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...