Skip to main content

G, G, Go, Google!


Pernah berharap bisa meng-google perasaan seseorang tentang kita?

Saya sering. Dulu saat hati masih selabil tanah rawa, saya selalu ingin tahu tentang apakah cowok lucu yang sedang saya suka juga paling tidak menyadari keberadaan saya. Atau apakah dia yang selalu mengisi hari-hari alam mimpi saya juga merasa yang sama, atau menganggap saya cuma teman, keranjang sampah tempat berbagi keluhan dan lelucon konyol.

Mengapa saya ingin meng-google-nya? Diakui atau tidak, saya sebenarnya sudah tahu, tanpa perlu meng-klik "I'm feeling lucky". Segalanya terlukis sejelas tanda dilarang parkir di depan zebra cross, tapi saya sedang tidak rasional. Saya sedang jatuh cinta. Mata saya tertutup oleh bunga-bunga perasaan saya sendiri. Kalaupun saya menduga-duga (baca:yakin) dia juga mempunyai perasaan yang sama, saya ingin tetap bertanya-tanya seperti akuntan yang berpegang pada konservatisme dalam menakar untung rugi. Saya tidak mau terbang tinggi lalu dikecewakan ketika ternyata dugaan saya salah (yang sungguh, tidak mungkin salah). Kalau saya, sebaliknya, setengah yakin kalau dia tidak membalas perasaan saya, saya tetap ingin bertanya-tanya, karena saya bahagia hanya dengan berandai-andai dan saya tidak ingin membunuh harapan yang ada sungguhpun kecil nyala lenteranya.

Saya meng-google, karena saya berharap.

Sekarang, saat masa berjerawat telah lewat, ternyata saya masih tak jera menebak-nebak. Tentu saya lebih pintar sekarang untuk tahu bahwa pertemuan kembali dengan seorang temannya-temanlama-yang-dulu-tampak-menggoda-dan-kini-ternyata-bekerja-di-kota-yang-sama itu bukan tanda dari Tuhan bahwa kami ditakdirkan bersama. Tentu saya tidak akan lagi sekonyol itu (mungkin nanti saat cinta datang  dan ketidakwarasan yang ditimbulkannya begitu hebat, siapa tahu?)

Saya yang sekarang, menebak-nebak justru tentang kebencian. Apakah orang itu membenciku? Atau ya, aku tahu dia membenciku, tapi kenapa? Apa salahku?

Sama seperti cinta atau rasa suka, kebencian juga sesuatu yang berat dan butuh keberanian untuk ditanyakan langsung pada objek perasaan kita. Nggak mungkin kan menanyakan 'kamu benci aku ya?' kepada si 'tersangka'. 90% orang akan menjawab 'ah, nggak, kok kamu nanya gitu' walaupun mereka benci setengah mati sama kita. 10% persen sisanya, orang yang tidak munafik akan menjawab 'iya, mau apa kamu?' Keduanya bukan pilihan yang menyenangkan.

Maka kita tetap lebih suka menebak-nebak. Waspada. Membentengi diri terhadap segala kemungkinan disakiti. Bersiap menyerang sebelum dijatuhkan.

Sungguh, itu melelahkan.

Tidakkah kamu pun lelah dan ingin merasa lega setelah semua terselesaikan?

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Tanpa Alasan Khusus

Sebagai penjelasan yang (mungkin) ditunggu oleh teman-teman yang kemarin sempat tahu bahwa kami, saya dan Mr Defender, sedang mempersiapkan pernikahan (dan menanti undangan yang tak kunjung datang) maka saya merasa perlu memberitahukan bahwa kami sepakat untuk menunda menikah dalam waktu yang belum ditentukan. Kalau di antara teman-teman ada yang bertanya mengapa, atau lebih tepatnya ada apa, maka kami akan menjawab, tidak ada apa-apa. Pernikahan, memang kami tunda, tapi bukan karena alasan finansial (walaupun ya, saya dan dia memang kebetulan sama-sama sedang dalam kondisi finansial kurang bagus), bukan karena ada masalah dengan keluarga (bukan berarti masalah itu tidak ada, tapi bukan itu penyebab tertundanya pernikahan kami), juga bukan karena kami mendadak tidak yakin pada satu sama lain. Kami menunda karena belum siap (klise bukan). Atau tepatnya belum ingin. Tentu saja kami masih saling mencintai dan ingin menikah, suatu hari nanti. Tapi sekarang, kami merasa cukup nyaman ...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...