Skip to main content

Jalan-jalan yang Bersimpangan

gambar dari sini

Waktu itu zaman peralihan antara Mr Backpack dengan Mr Mountainbike. Saya memang perempuan egois. Apakah waktu itu Mr Defender menyadarinya?

Saya bertemu dengan Mr Defender saat hati saya sedang berada di titik beku. Setelah hubungan saya dengan Mr Backpack jatuh suhunya ke titik minus, saya dan Mr Backpack seperti selembar tiket kereta eksekutif yang bertanggal hari kemarin. Mahal, tapi sudah tak berguna. Dan tak bisa direfund. Begitulah kami. Segala yang sudah kami perjuangkan dari banyak hal, ternyata berakhir karena kami sendiri. Karena saya tidak sabar dalam penantian yang seringkali menenggelamkan harap. Karena Mr Backpack terlalu hati-hati sehingga saya bosan dengan perjalanan yang begitu datar. Karena segalanya mulai berjarak, bukan hanya tubuh tapi juga perasaan kami. Saya semakin sulit untuk terdengar riang di telepon. Mr Backpack kehabisan cerita, atau mungkin enggan menceritakan ke mana saja dia membawa bacpacknya.

Lalu hari itu datang. Saya bertemu Mr Defender. Pertemuan kami adalah takdir (saya tidak ingin menyebut kebetulan). Saya sedang menjalani masa ‘1000 days of Mr Backpack’, merefleksikan ulang seluruh kenangan, mencoba mencari apa yang salah. 

Saat itu, saya juga sedang dekat dengan Mr Mountainbike. Kami berdua memang tidak banyak memiliki kesamaan, namun dia selalu mengasihi saya, lebih dari seorang teman biasa. Mungkin baginya saya sahabat, atau adik yang tak pernah dia punya, atau perempuan yang ingin diberinya janji masa depan. Entahlah. Saya merasa, setelah segala yang saya punya dengan Mr Backpack tidak berhasil, mungkin hubungan paling sederhana seperti yang saya miliki dengan Mr Mountainbike adalah yang seharusnya. Saya merasa sungguhan jatuh cinta, berusaha memparalelkan hati dengan otak saya. Dan rasa-rasanya saya sungguh berhasil. Aku ingin melihat matahari terbit denganmu, kata saya. Tapi Mr Mountainbike menjauh. Tidak, kita belum siap, katanya, meninggalkan saya dalam ketidakmengertian.

Maka di sanalah saya, perempuan yang mematahkan hatinya sendiri. “Aku sedang tidak berminat menjalin hubungan, jadi mari jadikan segalanya kasual,” saya berkata pada Mr Defender sebelum dia yang mengatakannya. Maka berjalanlah segalanya secara alami. Kencan yang kasual, sebagai teman istimewa. Seluruh hubungan kami dibangun dari obrolan, yang ringan dan yang berat. Yang seluruhnya begitu berbeda. Saya adalah tuan putri yang manja namun liar dan tak beradab. Dia adalah petarung yang memiliki hati seorang raja.

Lalu, kami terus berjalan dan mengitari lingkaran yang sama. Berhenti di titik yang sama. Melompat di momentum yang sama. Mungkin ini takdir. Bersamanya saya menemukan hal yang tak pernah saya yakini saat masih bersama Mr Backpack, dan merasakan sesuatu yang tak berhasil saya paksakan kepada Mr Mountainbike. Hal dan sesuatu yang bukan cinta. Hal dan sesuatu yang kecil tapi menentukan segalanya. Hal dan sesuatu yang entahlah.

Sepanjang ingatan saya, ketika itu, dan sampai saat ini, Mr Defender tidak pernah menjanjikan apa-apa, namun saya begitu yakin untuk berjudi dengannya. Bahkan ketika hubungan saya dan Mr Defender masih di awal mula, saya ingat Mr Backpack menawarkan saya sebuah rencana perjalanan yang sempurna, lengkap dengan peta dan layar kapal yang sudah terbentang. Saya tidak mengatakan penolakan, tapi saya tidak pergi. Saya sudah sepenuhnya memilih perjalanan tanpa rencana bersama Mr Defender.

Lalu hidup terus berputar, dan Mr Backpack menemukan teman seperjalanan yang sempurna untuknya. Saya memandangi mereka melambaikan tangan, dan saya tahu bahwa perempuan itu sangat beruntung telah memilih orang sepertinya. Saya iri pada perjalanan yang akan dilaluinya. Namun saya tetap tidak bisa membayangkan menjawab ya pada Mr Backpack.

“Seandainya kamu mau menunggu beberapa saat lagi, waktu itu aku akan kembali,” Mr Mountainbike berkata kepada saya lama kemudian. “Aku sangat menyesal menggantungkan jawabanku padamu. Tapi saat aku kembali semuanya sudah terlambat.”

Ah, momentum. Lagi-lagi momentum. Bagaimanapun momentum membuat saya tidak perlu memilih. Semesta telah mengatur segalanya hingga jalan-jalan itu tidak bersimpang pada saat yang bersamaan hingga saya hanya harus menyusurinya, tanpa harus bersusah payah menentukan arah. Begitu banyak kemungkinan yang ditakdirkan Tuhan memasuki kehidupan saya. Saya mengambil seluruhnya, mencoba peruntungan saya. Sebagian pergi, sebagian lagi saya tinggalkan. Namun selalu ada yang tinggal. 

Ya. Selalu.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Tanpa Alasan Khusus

Sebagai penjelasan yang (mungkin) ditunggu oleh teman-teman yang kemarin sempat tahu bahwa kami, saya dan Mr Defender, sedang mempersiapkan pernikahan (dan menanti undangan yang tak kunjung datang) maka saya merasa perlu memberitahukan bahwa kami sepakat untuk menunda menikah dalam waktu yang belum ditentukan. Kalau di antara teman-teman ada yang bertanya mengapa, atau lebih tepatnya ada apa, maka kami akan menjawab, tidak ada apa-apa. Pernikahan, memang kami tunda, tapi bukan karena alasan finansial (walaupun ya, saya dan dia memang kebetulan sama-sama sedang dalam kondisi finansial kurang bagus), bukan karena ada masalah dengan keluarga (bukan berarti masalah itu tidak ada, tapi bukan itu penyebab tertundanya pernikahan kami), juga bukan karena kami mendadak tidak yakin pada satu sama lain. Kami menunda karena belum siap (klise bukan). Atau tepatnya belum ingin. Tentu saja kami masih saling mencintai dan ingin menikah, suatu hari nanti. Tapi sekarang, kami merasa cukup nyaman ...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...