Skip to main content

rintik pertama

gambar dari sini

Pada suatu kemarau yang sangat panjang, Bumi menulis surat kepada Hujan. Apa kabar, ia bertanya.

Tak ada jawaban dari Hujan. Seminggu kemudian, Bumi menulis lagi. Di awal musim, apel-apel meranum. Mereka matang sempurna karena cukup panas matahari. Anak-anak bermain layangan dengan riang setiap hari tanpa khawatir petir. Jadi, tenanglah menyelesaikan apa pun urusanmu di sana.

Masih tetap tanpa jawaban. Bumi menulis lagi, terus dan terus. Langit begitu biru dan cerah. Jajanan tukang es laku keras. Pantai-pantai selalu dipenuhi turis. Ia menceritakan semuanya dengan ceria. Tak lupa dibubuhi ikon senyum paling manis dan sebentuk kecup dari bibirnya yang memerah karena terlalu banyak makan stroberi. Tapi ia juga menulis, sekarang anak-anak kecil kangen berhujan-hujan. Mereka bertanya kapan mereka bisa menghanyutkan perahu kertas di selokan. Dan para petani ingin mulai menanam padi. Akan menyenangkan sekali kalau engkau bisa datang.

Bumi tidak menunggu jawaban. Ia menulis dengan riang, bahkan meskipun ia tak yakin apakah Hujan sempat membaca surat-suratnya. Dikirimkannya buah-buahan hutan yang dikeringkan, kismis kering yang harum, dan manisan ceri. Dipilihnya daun-daun yang bagus dan sempurna lalu diselipkannya di antara halaman puisi Neruda kesukaannya, ditunggunya sampai mengering. Ditulisnya pesan cinta di baliknya dan dimasukkannya ke dalam amplop surat-suratnya.

Mungkin sudah ratusan surat dikirimkannya, namun tak ada satu pun balasan dari Hujan. Bumi mulai lelah mencari kata-kata untuk menunjukkan bahwa ia baik-baik saja. Dipandanginya kotak surat yang kosong dengan lesu, dengan harap yang nyaris padam apinya. Ah, biarlah. Diterbangkannya rindunya bersama angin yang melintas.

Berhari-hari Bumi mengabaikan kotak suratnya. Ia lelah berharap-harap setiap hari.

Tapi pagi itu, ketika ia bangun untuk menyapa matahari, dilihatnya setangkai bunga bakung berwarna putih bersih mencuat dari semak-semak di bawah jendelanya. Bumi berseru riang dengan rindunya yang tertahan. "Hei lihat! Hujan akan segera datang. Lihat, dia mengirimkan setangkai bunga bakung."

Esok harinya, di sudut yang lain, muncul beberapa tangkai lili merah muda. Bumi begitu bahagia. Hujan sangat romantis, bisiknya kepada kupu-kupu. Lihat, hari ini juga dia mengirimkan bunga desember merah menyala. Indah, bukan? 

Bumi tidur dengan mimpi paling indah di malam musim yang hangat itu.

Keesokan paginya, begitu membuka mata, inderanya menangkap wangi yang paling disukainya. Aroma tanah basah dan air yang segar. Parfum terbaik di dunia. Sebelum Bumi sempat tersenyum, suara yang paling disukainya mengalun. Gemericik air menimpa ranting dan daun-daun. Musik yang selalu dimainkan Hujan.

Bumi berlari, membuka lebar jendelanya. Di luar sana, Hujan tersenyum padanya, mengajaknya menari. "Selamat pagi, Cantik," katanya.

"Aku suka mawar kering dan buah berinya." Rintik-rintiknya yang pertama mengecup kening Bumi.
"Terima kasih untuk bunga bakung, lili, dan kembang desember itu. Cantik."

"Aku  bahagia, kamu mau menungguku selama ini."
"Terima kasih untuk akhirnya datang sehingga penantianku berakhir indah."


"Aku senang membaca semua suratmu. Aku senang kamu bergembira selama aku tidak ada."
"Terima kasih sudah memberiku perasaan bahagia yang luar biasa hari ini, perasaan ini membuat segala kerinduan menjadi layak ditanggung."

Hujan meraih jemari Bumi dan menggenggamnya. Curahnya membasahi sisa-sisa musim kering yang panjang, menghapus semua dahaga, dan memunculkan benih-benih kehidupan dari semesta yang kembali menghijau.

Selalu akan ada rintik hujan pertama, sepanjang apa pun kemaraunya :)

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...