Skip to main content

Mendung Meracau


Hari ini adalah hari Sabtu yang biasa. Ada masalah remeh temeh: saya yang jadi susah masak di kosan karena kos 60 kamar (betul sekali, 60 kamar, nggak salah baca) ini penuh sehingga listrik sering turun dan mbak penjaga kos yang karena hamil jadi ngomel-ngomel kalau kami masak di dapur (tapi sebenarnya sih dia memang selalu ngomel walaupun nggak hamil), dan lagi-lagi, karena beralasan sedang hamil dia nggak mau lagi membersihkan kamar mandi dan membuang sampah ke TPA yang selama ini juga tugasnya, sehingga kosan kami sangat kotor, berantakan, jorok, dan nggak nyaman (karena nggak semua anak kos mau dan sadar untuk menjaga kebersihan, sebagian lagi sebagai aksi protes 'loh ini kan kerjaanmu mbak, buat apa kamu dibayar coba'). Dan saya jadi agak malas berada di kos (yang ngomong-ngomong, karena isinya 60 orang, jadi super berisik). Tapi selain masalah remeh temeh itu ada juga keceriaan-keceriaan kecil : cuaca mendung dan hawa sejuk sepanjang hari, setumpuk DVD yang saya jarah dari kamar Mr Defender untuk menemani saya 40 hari ke depan (karena lagi-lagi ditinggal tugas ke luar kota), teman-teman satu blok di kos yang sangat menyenangkan.

Sekarang ini, saya sedang menemani Mr Defender lembur agar semua tugasnya bisa selesai sebelum dia berangkat ke luar kota Senin ini. Saya tidak pernah suka pekerjaan Mr Defender (dan itu juga sebabnya saya berhenti) namun bagian yang paling tidak saya suka adalah karena sebagian besar waktunya (6-7 bulan dalam setahun) dihabiskan di luar kota (dan bukan untuk berlibur, cuma pindah tempat kerja). Saya sendiri tidak bisa membayangkan hidup seperti itu (terutama karena saya bukan makhluk soliter atau makhluk virtual. Saya butuh kehadiran teman-teman saya secara fisik, karena itu saya tidak suka pergi ke tempat terpencil dalam waktu lama kalau tujuannya untuk bekerja). Dan saya tidak terlalu suka terlalu sering ditinggalkan, sebab saya tahu saat Mr Defender pergi bertugas dia akan sangat sibuk sehingga saya jarang  dapat berkomunikasi dengannya lewat pesan singkat atau telepon. Tapi saya berusaha suportif, lagipula untuk saat ini pilihan yang tersisa buat kami tidak banyak. Berusaha bersabar sampai kami punya kemungkinan untuk mengubah hidup kami ke arah yang kami mau.

Jadi, Sabtu ini tetap Sabtu yang biasa, kami tidak bisa bersepeda atau jalan-jalan karena mendung menggantung tebal dan air hujan sudah mulai membasahi jendela. Saya, seperti biasa, memandangi rintiknya jatuh ke tanah dari balik kaca. Membayangkan hujan seperti lelaki pengembara yang selalu pulang pada bumi, perempuannya.

Comments

  1. bisa kebayang riuhnya kost2anmu. aku dulu ber-15 aja dah serame itu :p. udah ngabisin berapa film? bekasi ndak hujan2 nih....panas...kirim hujan kemari dong :D

    ReplyDelete
  2. hehehe... rame bgt lah sampai nggak bisa kenal sama semuanya saking banyaknya. hujan terus disini, tapi sekalinya panas masya Allah bgt deh panasnya

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku